Thursday, July 31, 2008

Syariah PR

Syariah PR

Aktivitas Public Relations (PR) selama ini dianggap sebagai kegiatan menjual, senyum, memberi amplop, dan menutupi fakta melalui kebohongan. Paradigma lama itu sudah seharusnya tergeser oleh yang baru. Prinsip-prinsip syariah sudah semestinya ikut mewarnai aktivitas pembentukan reputasi dan imej ini.
===============================================================
Prinsip syariah sebagai sebuah fenomena yang kian marak mewarnai bidang ekonomi dan pemasaran seharusnya juga diterapkan pada bidang PR. Isu seputar spiritual marketing yang mulai berdengung dan sudah menunjukkan keberhasilannya, sebagai misal adalah MQ Corporations & Hotel Sofyan Jakarta, sudah seharusnya diadaptasi pada lini kehidupan berbisnis yang lain, tak terkecuali pada bidang PR.
Prinsip syariah dalam pembentukan citra dan reputasi ini dapat ditempuh melalui beberapa strategi. Pertama, CLARITY strategy (ta’yiin). Akar dari prinsip syariah PR adalah kejelasan. Jika seorang Public Relations Officer (PRO) secara elegan dapat memberi kejelasan melalui aktivitas komunikasi tentang korporat yang diwakilinya akan mendorong stakeholders untuk kian percaya dan tertarik untuk menjalankan aktivitas bisnis berikutnya.
Melalui pemberian informasi dan komunikasi secara kontinu dan dua arah akan menghindarkan usaha untuk mencari informasi yang tidak tepat tentang korporat. Selanjutnya, dengan kejelasan juga akan menghindarkan timbulnya fitnah dan ghibah. CLARITY strategy ini berusaha mendefinisikan pesan PR sebagai kegiatan inisiasi pemberian informasi kepada stakeholders. Pemberian informasi ini bukanlah lip service melainkan perihal yang benar-benar dilaksanakan.
Kedua, FAITH strategy. Jika seorang PR tidak memiliki kepercayaan atas apa yang dilakukannya maka kebenaran yang universal pun tidak akan tersampaikan. Hasilnya, PRO akan mengalami kecenderungan untuk sekedar memberi informasi yang bersifat deseptif. Komunikasi perihal korporat hanya akan menjadi searah, memuji-muji korporat, dan mempromosikan kepentingan sendiri. Secara praktis, ketika PRO tidak meyakini kemampuannya untuk menciptakan publisitas melalui pemberitaan di media maka jalan pintas memberi amplop kepada aktivis media pun diambil. Padahal, prinsip syariah demikian.
Ketiga, WISDOM strategy. Strategi ini bermakna bahwa PRO dituntut untuk dapat berbagi kebijaksanaan (hikmah) dengan pelaku bisnis lain maupun seluruh stakeholders korporat. Prinsip berbagi hikmah ini tentunya dilakukan melalui pengusahaan pendekatan personal yang bertujuan untuk menjadikan manfaat bagi pihak lain. Hikmah kesuksesan dan aktivitas kebaikan (good corporate governance, corporate social responsibility, maupun charity) dikomunikasikan ke segenap stakeholders bukan bermaksud untuk pamer (riya’) tetapi lebih kepada untuk memberikan contoh agar kebaikan itu dapat ditiru. Dengan demikian, strategi ini pun turut mendorong adanya sinergi dan keinginan bersaing dalam mencipta kemaslahatan bagi stakeholders. Artinya, pada fase ini juga akan ditemukan satu inspirasi dan pencerahan bagi PRO dan korporat.
Ke empat, TAKE ACTION strategy (’amal). Setelah ketiga prinsip tersebut di atas terinternalisir dalam kinerja PRO yang harus dilakukan adalah menjalankan semua program secara tepat. Sebuah visi aktivitas PR yang telah terencakan seyogyanya dijalankan dalam ritme kejelasan, kebijksanaan, dan kepercayaan. Kemampuan untuk menyampaikan segenap rencana komunikasi bertujuan untuk melayani stakeholders bukan sekedar membuat stakeholderss senang. Untuk itu diperlukan PRO yang berintegritas, percaya diri, dan menikmati aktivitasnya.

No comments: